Tata Krama

Dua kata yang sering kita dengar namun bukan jaminan kita paham dan mengerti betul apa makna dibalik dua kata tersebut.
Ada sebuah cerita suatu ketika seorang guru ngaji mengajak satrinya pergi kesuatu tempat. Ditengah perjalanan sang guru mengajak santri untuk makan disebuah warung makan, dan untuk mengawalinya sang guru memesan makanan terlebih dahulu. "Mas pesen nasi pecel sama es teh manis", lalu sang guru berkata pada santrinya,"ayo makan, silakan pesan semaumu". Lalu si santripun tanpa malu juga memesan," ayam bakar sama es jeruk mas".
Disini yang menarik, secara kata itu benar sang guru menyuruh untuk memesan makanan semau kita, tapi secara tata krama kita juga harus melihat kondisi sang guru, lha wong gurune pesan nasi pecel kok malah santrinya pesan ayam bakar (lebih dari pecel) itu namanya kurang tata krama.
Seharusnya kita harus lebih bisa bijak menyikapi kondisi seperti ini. Kalo guru kita pesennya nasi pecel sama es teh, maksimal kita juga yg sama, jangan berpikir mungpung disuruh.
Kejadian yang hampir serupa kemaren juga terjadi. Ada sepasang pria wanita, sang wanita hendak pergi dengan teman-temannya karena merasa jenuh dengan kondisi yang ada, kerja, rumah, itu-itu saja terasa membosankan. Lalu sang wanita meminta ijin kepada sang pria,"mas aku mau jalan2 sama teman-temanku, gag lama kok sebelum magrib juga pulang".
Setelah itu sang pria memberikan ijin,"iya gpp tapi jangan lama-lama ya". Magrib sudah berlalu tapi sang wanita belum juga pulang, lalu sang pria mengirimkan pesan singkat, "aku menunggumu", sang wanita hanya menjawab, "iya mas, lagi ngobrol". Waktu terus berlalu sampe isya sang wanita belum juga pulang, lalu sang priapun mengirim pesan lagi, "aku masih nunggu kamu". Sang wanita menjawab," iya mas, lagi sharing masalah kantor". Jam 20.00 sang pria mengirim pesan singkat lagi, "aku nunggu kamu pulang". Lalu sang wanita hanya menjawab, "iya mas". Satelah jam 21.00 sang pria mulai tak sabar dia sms dengan nada agak keras," ini sudah jam 9 malam, "aku sudah tidak ada toleransi lagi". Sang pria dengan sabar masih menunggu sampai jam 22.00 malam sang wanita baru sampe rumah, setelah itu dia cerita, "tadi saking serunya sama temen2 lupa waktu, sampe tidak terasa sudah 5 jam". Sang pria bertanya, "kenapa pulang jam 9 sampe rumah jam 10?".
Lalu sang wanita menuturkan kembali, "sepatu temenku tadi kena pasir, jadi nunggu bersihin 15 menit". Sang pria mulai kesal dan berkata, " kamu tau aku nungguin kamu selama 5 jam", lalu sang wanita berkata,"Mas bisa kita bahas ini lain waktu? Aku capek, ngantuk, besok kerja, masuk pagi".
Disinilah yang saya maksud, ketika sang pria memberikan ijin, iya benar sang pria memberikan ijin tapi seharusnya sang wanitapun harusnya mengerti sang pria, bukan berpikir mumpung diijinin, bisa keluar. Disini kita seharusnya menerapkan tata krama kita, seperti halnya kasus guru dan santri diatas.
Ini cerita pribadi saja semoga kita bisa memetik pelajaran dari cerita ini, semoga kita bisa lebih bijak dan lebih bertata krama.